Hukum Merelakan Hutang dengan Niat Zakat
HUKUM MERELAKAN HUTANG DENGAN NIAT ZAKAT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Pertanyaan.
Bolehkah merelakan hutang kepada yang berhutang dan apakah hal itu termasuk zakat?
Jawaban
Hukumnya tidak boleh, karena Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka.. [at-Taubah/9:103]
Dan mengambil harus ada yang diserahkan dari orang yang diambil darinya. Dan disebutkan dalam hadits:
قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ إِلَى فُقَرَائِهِمْ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang yang kaya dari mereka, lalu diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka.”[1]
Sabda nabi : “yang diambil dari orang-orang yang kaya dari mereka, lalu diberikan…” maka harus ada serah terima, dan dalam merelakan hutang tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut. Karena apabila seseorang menggugurkan hutang dari zakat benda yang ada di tangannya, maka seolah-olah ia mengeluarkan yang rusak sebagai pengganti yang baik, karena nilai hutang pada jiwa seseorang bukan seperti nilai benda. Sesungguhnya benda adalah miliknya dan ada di tangannya, dan hutang yang ada dalam tanggungan orang lain bisa datang dan bisa pula tidak pernah datang. Maka jadilah hutang itu bukan benda. Dan apabila kurang darinya maka tidak sah zakat dikeluarkan darinya karena nilainya yang kurang. Firman Allah Shubhanahu wa ta’alla :
قال الله تعالى : وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya...[al-Baqarah/2:267]
Dan contoh yang anda tanyakan: Jika seseorang harus mengeluarkan zakat sebanyak sepuluh ribu riyal, dan ia menagih hutang kepada seseorang yang fakir sebanyak sepuluh ribu riyal. Lalu ia pergi kepada laki-laki yang fakir itu seraya berkata: Saya merelakan hutangmu sepuluh ribu riyal dan ia adalah zakatku untuk tahun ini. Kami katakan: Ini tidak sah, karena tidak boleh menggugurkan hutang dan menjadikannya sebagai pengganti zakat benda karena alasan yang telah kami jelaskan. Masalah ini banyak yang salah dan melewati batas karena jahil (tidak tahu) darinya. Syaikhul Islam berkata: ‘Sesungguhnya tidak boleh menggugurkan hutang sebagai pengganti zakat benda tanpa ada perbedaan.’[2]
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Majmu’ Fatawa Wa Rasail 18/377.
[Disalin dari حكم الإعفاء من الدين بنية الزكاة Penulis Syaikh Muhammad al-Utsaimin Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2011 – 1432]
______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhari 1395 dan Muslim 19.
[2] Lihat: Majmu’ Fatawa 25/84.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3434-pentingnya-ukhuwwah.html